Kamis, 23 April 2009

Lumpur Lapindo: Merubah Bencana menjadi Hikmah

Lumpur Lapindo: Merubah Bencana menjadi Hikmah

Penderitaan masyarakat di sekitar bendungan Lumpur Lapindo di desa Porong, Sidoarjo kembali bertambah dengan jebolnya tanggul penahan lumpur pada hari minggu 10 Feb 2008, disebabkan oleh tingginya curah hujan dan makin meningkatnya genangan air di dalam tanggul.

Penderitaan masyarakat sepertinya akan berkelanjutan, oleh karena tidak ada secara jelas pihak mana yang saat ini yang melakukan penanganan musibah meluapnya lumpur Lapindo ini. Banyak sekali masukan untuk penanganan musibah ini, tetapi tidak satupun dilaksanakan secara serius. Contoh saran yang paling tepat untuk menghentikan semburan Lumpur Lapindo sudah diberikan secara jelas dan secara ilmiah dapat dipertanggung-jawabkan adalah seperti diuraikan pada URL sbb:

Saran untuk menghentikan semburan Lumpur Lapindo dapat dilihat dengan meng-klik Teks dibawah ini::

Dari informasi tersebut di referensi diatas, maka sebenarnya hanya diperlukan untuk meningkatkan ketinggian tanggul sampai setinggi 16,36 meter saja, atau penambahan ketinggian sebesar 4,36 meter, sebab saat ini ketinggian tanggul sudah mencapai 12 meter.

Kesalahan fatal yang saat ini dilakukan adalah membiarkan luapan lumpur megalir terus melalui kali Porong. Sebagaimana kita ketahui, aliran air atau lumpur akan menggerus tanah yang dilalui oleh aliran itu, termasuk rongga dibawah bendungan Lumpur Lapindo. Rongga itu akan semakin besar, dengan akibat akan rontoknya tanah diatas rongga itu, yaitu bendungan Lumpur Lapindo, jalan, rumah-rumah penduduk disekitarnya, beserta para penghuninya, yang bisa menimbulkan korban meninggal yang mencapai ribuan orang. Siapa yang harus bertanggung-jawab atas korban2 harta dan nyawa penduduk Porong yang tidak berdosa itu?

Jadi kelalaian para pemimpin, penguasa dan pengusaha yang membiarkan aliran lumpur Lapindo akan mengakibatkan jatuhnya korban ribuan orang dalam waktu dekat. Oleh karena itu kami sarankan segerakan menangani luapan Lumpur Lapindo itu secara baik dan serius, bila kita tidak ingin adanya ribuan manusia yang tidak bersalah menjadi korban yang sia-sia.

Berikut ini adalah Foto Udara luapan Lumpur Lapindo yang paling mutakhir:

Peta Lumpur Lapindo

Dari berita di Harian Kompas pagi ini, 20 Feb 2008, kami sangat heran dan sesalkan, mengapa sebuah keputusan Teknis tentang Lumpur Lapindo harus diputuskan secara politis oleh para wakil Rakyat di DPR, yang kurang faham tentang permasalahan teknis Luapan Lumpur Lapindo. Akibatnya, hal-hal yang membahayakan nyawa para penduduk disekitar luapan Lumpur Lapindo sebagaimana kami uraikan diatas samasekali tidak mendapat perhatian mereka.

Bukankah ini seharusnya diputuskan secara Teknis oleh sebuah Institusi yang memiliki kewenangan teknis, seperti Kementrian Negara RISTEK?

Kami harapkan Bapak Menteri RISTEK bersedia untuk menjelaskan kepada Masyarakat mengapa hal in bisa terjadi, yaitu menyerahkan keputusan teknis Lumpur Lapindo kepada DPR.

Sesuai dengan judul tulisan ini, maka kami menyarankan agar peningkatan ketinggian tanggul dari 12 meter menjadi 17 meter, agar luapan lumpur berhenti, sebab tekanan lumpur dengan ketinggian 16,36 meter akan menjadi sama dengan tekanan semburan Lumpur dari bawah tanah (Ref: Hukum Keseimbangan Tekanan bahan cair Archimedes).

Lalu siapa yang akan membayar semua biaya itu?

Jawabannya: Setelah semburan lumpur Lapindo berhenti, maka explorasi sumber alam bisa dilanjutkan secara lebih hati-hati dan professional. Maka perusahaan Ekspolarasi Sumber Alam itu akan memperoleh keuntungan dari hasil eksplorasi tersebut, yang dapat berupa gas alam, minyak atau air bersih untuk men-supply wilayah Porong dan Sidoarjo.

Jadi upaya menghentikan luapan Lumpur Lapindo dapat di TENDER-kan kepada semua pihak yang memiliki keahlian untuk eksplorasi tersebut.

Ini adalah sebuah upaya untuk menguibah Bencana Luapan Lumpur Lapindo menjadi Hikmah bagi masyarakat disekitarnya.

Semoga informasi ini dapat menghasilkan keputusan untuk segera menghentikan Semburan Lumpur Lapindo untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar